dying

dying

Aku terjaga dari mimpiku. Pukul 1 pagi, dini hari.Aya masih tertidur pulas di sampingku. Kutatap wajahnya, dia mirip kamu, Ta.

Kamu dalam bentuk yang berbeda, yang memungkinkan aku dan dia bersatu hingga sekarang dia menjadi satu-satunya wanita untuk berbagi tempat tidur yang sama. Ta, sekilas dia adalah kamu.

Kuberjalan perlahan ke dapur mengambil segelas air putih dan duduk di sofa yang menghadap pemandangan kondisi pertigaan cawang uki. Hanya 1-2 mobil yang melewati jalan itu.

Ya Ta, aku akhirnya tinggal di apartemen impian kita untuk membelinya bersama. Terbeli, namun bukan aku tinggali bersama kamu, Ta. Bukan dengan wanita dengan satu impian.

“Kemana & darimana mereka?”

Ah… pertanyaan ga penting yang berhasil aku duga akan kamu tanyakan bila sekarang kamu ada di sampingku. Pertanyaan yang melahirkan jawaban unik, yang ga akan bisa terpikirkan oleh orang bertipe serius seperti aku. Aku tersenyum sendiri, tersenyum untuk sesuatu yang abstrak.

Ta, bukan pertama kali, aku memimpikan kamu. Dua minggu ini kamu selalu hadir dalam mimpiku. DUA MINGGU. Empatbelas hari, kalo kamu masih ingat kalender Masehi yang kita pakai.

Apa arti semua ini Ta? Apa kamu merindukanku? Atau….aku ngeri mengakui kemungkinan yang kedua ini,

atau… aku yang tidak bisa mengelak dan membohongi diri kalau aku merindukanmu?

Baiklah, AKU MERINDUKANMU, SANNITA. Puas?!

Kerinduan ini membuatku sekarat, mengentalkan darah di seluruh peredaran darahku, perlahan menghilangkan kesadaranku.

Aku ingin kamu. Aku butuh kamu. Untuk bisa tetap hidup dan waras, memerlukanmu.

Aku kembali ke kamar dan Aya masih pulas disana. Kuraih HPku di nakas sisiku dan menekan satu angka di keypad HPku, speed dial nomormu yang tidak pernah aku hapus dari HPku, atau tepatnya dari memoriku.

Calling… Not active. Out of reach.

Gosh! Sannita, aku membutuhkanmu dengan amat sangat. Aku kesakitan. Dimana kamu?

Aku berteriak sekerasnya dalam hati. Berharap teriakanku akan sampai ke hatimu, mengirimkan sugesti & mengisyaratkan kamu mengaktifkan HPmu.

Sekali, dua kali, ribuan kali aku teriakkan bahwa aku butuh kamu, Sannita.

Kubuka laptopku, mengaktifkan koneksi internet. Ya, ini satu-satunya harapanku untuk bisa menghubungimu.

O.. my God, where’s your ym id? Kenapa aku menghapusnya?

Ayo berpikir, apa id mu… Please brain, I beg you, kindly bring my memory back.

Sannita? Nope. Id kamu bukan id biasa. Atinnas? Nope. God… please… give my memory back…I’m dying. Please…please… Lord, grant my pray. Please.

Sannitanyaluki? Bukan. Apa panggilan sayang aku ke kamu, Ta?

San. Matahari. Matahariku? Mataharinya Luki? Luki’s Sun?

That’s it! Lukissun.

Luki_54n : Ta? Are you there?

Luki_54n : Ta, pls answer me

Buzz!

Crap! Kamu offline. Ta, aku kesakitan.

“Ki ? Kamu dimana ? Ki ?” Aya sudah terbangun. Aku tergesa menutup laptop.

“Ya Ay, aku disini” Aku beranjak, berjalan menuju kamar tidur dengan menahan sakit di sekujur tubuhku.

Aya berdiri menyambutku di depan pintu kamar.

“Kamu ga papa, Ki ?” tanya Aya.

“Hm… ya, aku baik-baik saja. Tadi aku haus, ga tega bangunin kamu untuk minta tolong ambilkan air minum” Aku berbohong. Maaf Aya.

Aya menghadapku, menatapku. Entah perasaanku atau keremangan kamar tidur kita membiaskan air wajahmu, pandanganmu berbeda dengan biasanya.

Aya, jangan bilang padaku kalau kamu bisa membaca pikiranku.

Aya membelai rambutku lembut, memeluk hangat & erat tubuhku, mengusap punggungku halus.

“Mau lanjut tidur atau mau aku temani kamu terjaga, Ki ?”suaramu merambat lewat permukaan kulitku.

“Lebih baik kita lanjutkan tidur, Ay. Aku harus berangkat pagi-pagi”

Kita berjalan ke tempat tidur sisi kanan. Aya menyingkap bedcover dan menutupnya kembali setelah aku terbaring di antara bed & bed cover. Aya berjalan ke sisi kiri dan melakukan hal yang sama.

“Ki…”ujarnya tertahan.

“Ya ay?”aku memutar badanku menghadapnya.

“Do you love me?”tanyanya.

“Yes, I do. Kok nanyanya gitu?”

“Nothing.. yuk tidur lagi, besok kamu harus bangun lebih awal kan?”

Seperti Aya mengusap-usap rambutku, hingga aku kembali tertidur.

Ta, I’m damaged.

6 thoughts on “dying

  1. crap!
    mangkin ga sabar menunggu kelanjutan ceritanyah…

    gaya-gaya penulisan seperti ini nih, yang bikin saia minder…tp juga mangkin “terbakar”

    lanjutin terus ya!
    semangat terus ya!

Leave a reply to quinie Cancel reply