Bingkai kayu

menatapmu

menatapmu

Aku berhenti, di titik yang sama, di tempat yang sama. Di depan pintu kamarku. Tepat sebelum otak menghantarkan perintah lewat impuls untuk berbuat apa-apa selain memalingkan badan untuk menatapmu sesaat. Kamu masih di situ atau tepatnya selalu berada disitu.

Kamu masih terjaga. Lampumu masih benderang. Tiraimu masih berada disalah satu tepi bingkai jendela. Kamu masih beraktifitas rupanya. Penat sekali rasanya tubuh ini, aku duluan.

Aku mencari kunci kamarku dalam tasku dan menyegerakan untuk memasukinya. Kututup tirai sesaat untuk bertukar kostum dinas dan topeng  yang sedari pagi kukenakan. Nikmat rasanya melepas semua atribut dan menukarnya dengan pakaian rumahan berbahan katun yang nyaman.

Kasur busa yang tersedia di kamarku tiba-tiba terasa seperti kasur berisi bulu angsa yang lembut dan empuk ketika seluruh tubuh terhampar sempurna di atasnya. Dunia berubah menjadi tempat terindah, ternyaman, terbaik. Semua hal wajib terlupakan saat kelelahan telah terlampiaskan.

Aku bangkit, berjalan keluar dari kamar untuk sekedar merasakan sensasi air di kulit ku. Mataku kembali tertuju menatapmu. Masih benderang.

Nikmat merasakan setiap detik sensasi menyegarkan air di kulitku sampai akhirnya cukup pikirku mendapatkan esensi dari percikan air di kulitku. Melangkah keluar kamar mandi dan mendapatimu telah gulita. Nite nite dear, kan kuceritakan kisahku di hari esok.

Waktunya istirahat dan berharap akan memimpikanmu. Kita pasti bertemu nanti di dunia mimpi. Di tempat yang sama kan?

17 thoughts on “Bingkai kayu

Leave a reply to st_hart Cancel reply